Sabtu, 05 Januari 2013

Formasi Sangkarewang


Penamaan Formasi Sangkarewang pertama diperkenalkan oleh SIlitonga dan Kastowo pada tahun 1975 dan diresmikan oleh Koesoemadinata dan Matasak pada tahun 1981.

Litologi
Sangkarewang merupakan formasi pembawa bitumen padat, terdiri dari serpih yang berselang seling dengan batulanau dan batupasir berbutir halus sampai kasar.
  • Serpih berwarna abu-abu tua kehitam-hitaman sampai kecoklat-coklatan, karbonan, kadang-kadang dijumpai sisipan tipis atau pita-pita batubara, mengandung material karbonan, mika pirit, dan sisa tanaman.
  • Batulanau berwarna abu-abu sampai abu-abu tua, keras.
  • Batupasir berwarna abu-abu muda, berbutir halus sampai kasar, kadang-kadang konglomeratan sampai breksian, komponennya terdiri dari kuarsa dan feldpar, sub angular sampai sub rounded, di beberapa tempat membentuk “graded bedding”, struktur sedimen yang terlihat adalah “parallel lamination”, “cross bedding”, “convolute” dan “load cast”.
Perbandingan antara serpih dan batupasir di daerah Kumbayau sampai Sungai Sangkarewang hampir seimbang, di bagian atas batupasir lebih dominan kebagian bawah batupasirnya makin kurang. Formasi Sangkarewang dibagian selatan yaitu daerah Sapan sampai Sungai Sumpahan didominasi oleh serpih, sedangkan batupasir halus yang hadir hanya sebagai sisipan saja, selain itu terdapat rekahan-rekahan yang diisi oleh kalsit.
Formasi Sangkarewang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan Pra-Tersier, menjari dengan Formasi Brani dan bagian atas Formasi Sangkarewang menjari dengan Formasi Sawahlunto. Formasi ini dikenal karena keterdapatan fosil ikan air tawar. Menurut Koesoemadinata dan Matasak, Formasi Sangkarewang berumur Paleosen sampai Eosen. (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Namun menurut P.H. Silitonga dan Kastowo Formasi Brani dan Sangkarewang berumur Eosen-Oligosen. (Amarullah, 2007).

Stratigrafi Cekungan Ombilin (Amarullah, 2007)

Umur dan Kandungan Fosil
Formasi Sangkarewang mengandung banyak sekali fosil fauna, termasuk ikan air tawar, yang menarik bagi para ahli geologi dan paleontology sejak abad ke-19 (Gunther, 1876 dan Musper, 1935, dalam Koning 1985). Fosil ikan air tawar tersebut ialah Musperia Radiata (Herr) dan  Scleropagus (Koesoemadinata dan Matasak, 1981). Selain itu ditemukan pula fosil tulang burung Protoplotus beauforti, yang sangat berguna dalam interpretasi lingkungan purba, karena merupakan representasi bukti tertua dari kerabat snake bird atau darter (sejenis pelikan) yang pada masa kini hidup di lingkungan tropis basah (Rich dan Marino – Hadiwardoyo, 1977, dalam Koning 1985). Dengan analisis palinologi, diperoleh indikasi bahwa Formasi Sangkarewang kemungkinan berumur Eosen atau pra-Eosen (kelimpahan Verrucatosporites, Monocolpites, dan kehadiran Echitriporites trianguliforms, Ephedripites) – (JICA, 1979, dalam Koesoemadinata dan Matasak, 1981).

Lingkungan Pengendapan
Formasi Sangkarewang merupakan endapan lacustrine. Ini diindikasikan oleh hubungan menjari Formasi Sangkarewang dengan Formasi Brani, yang merupakan endapan alluvial fan; struktur laminasi tipis; dan keberadaan fosil air tawar. Perselingan batupasir merupakan endapan turbidit ketika sedimen memasuki danau. Dan keberadaan struktur slump menunjukkan terjalnya lereng di dekat tepi danau.

Aspek Tektonik
Pengendapan Formasi Sangkarewang dan Formasi Brani, yang ekivalen secara lateral, terjadi di cekungan yang mengalami pull-apart. Hal ini diyakini bahwa sejarah awal geologi Cekungan Ombilin merupakan urutan kejadian yang sama dengan membukanya system graben di Sumatera Tengah, Selatan, dan Utara. Cekungan Ombilin awalnya merupakan salah satu dari rangkaian sesar pembatas graben, atau half-graben tersebut, dalam satu sistem extensional rift. Kecepatan pengendapan di Cekungan Ombilin hampir seimbang dengan kecepatan penurunan (subsidence) dasar cekungan, dan Formasi Sangkarewang menunjukkan indikasi ini. Terlihat dari adanya akumulasi sedimen homogeny yang tebal, di sumur eksplorasi Sinamar No.1. Dan suplai sedimen serta drainase cekungan juga terbentuk sedemikian rupa sehingga cekungan tidak menjadi rawa-rawa yang terisolasi.

Referensi:
Koning, T.. 1985. Petroleum Geology of The Ombilin Intermontane Basin, West Sumatra. Proceedings Indonesian Petroleum Association, 14th Annual Convention, October, 1985, p.117-137
Koesoemadinata, R.P. dan Matasak, Th.. 1981. Stratigraphy and Sedimentation Ombilin Basin Central Sumatra (West Sumatra Province). Proceedings Indonesian Petroleum Association, 10th Annual Convention, May, 1981, p.217-249
Fletcher dkk.. 1993. Ombilin Basin Field Guide Book, Post Convention Field Trip, Indonesian Petroleum Association.
Amarullah, Deddy. 2007. Potensi Kandungan Minyak dalam Endapan Bitumen Padat Daerah Talawi, Kota Sawah Lunto, Provinsi Sumatera Barat. Proceeding Pemaparan Hasil Kegiatan Lapangan dan Non Lapangan. Pusat Sumber Daya Geologi.

1 komentar:

be responsible with your comment....