Seringkali mungkin kita mendengar orang yang mengeluhkan suatu buku. Dia mengatakan
bahwa buku tersebut tidak enak untuk dibaca. Bahasa membingungkan. Atau mungkin
bukunya terlalu serius. Atau mungkin bukunya isinya tulisan semua. Sehingga membosankan
untuk dibaca. Atau mungkin ada juga yang mengomentari sebuah presentasi, seminar,
kuliah, atau ceramah yang katanya membosankan. Karena cara penyampaian dari
sang pembicara yang kurang menarik.
Saya akui, saya bukanlah orang seperti itu. Saya cenderung
untuk tidak menilai sebuah buku, presentasi, ataupun film. Saya berpikir, bahwa
tidak ada buku yang buruk, dalam artian semua buku pasti membawa ide (ide yang
benar ataupun salah) dari si penulisnya. Dan kegagalan pembaca menangkap ide
dari penulis, bukanlah salah dari si penulis, namun kesalahan dari pembaca
sendiri. Bisa jadi si pembaca kurang serius dalam membaca sehingga ide yang
disampaikan tidak dapat diserap.
Saya juga berpandangan, gaya kepenulisan ada dua macam. Ada penulis
yang berorientasi ingin menyampaikan idenya secara sistematis dan mendalam, dan
ada penulis yang ingin menyampaikan idenya secara implisit dan perlahan kepada
pembaca dengan memberikan rasa nyaman. Begitu pula dengan orientasi pembaca. Ada
pembaca yang sengaja membaca buku karena ingin memahami suatu ilmu atau ide, entah
gaya bahasanya membuat jenuh pembacanya atau tidak. Ini biasanya hadir dalam
dunia akademik. Dan ada pula pembaca yang sengaja membaca buku karena ingin
relaksasi, refreshing, rekreasi, melepaskan kepenatannya, sehingga tidak terlalu
peduli dengan ide apa yang dibawa oleh penulis, yang terpenting adalah hadirnya
rasa nyaman.
Dua jenis ini sebenarnya sama-sama baik, selama ide yang
ingin disampaikan dapat ditangkap oleh sang pembaca. Namun ada penulis yang
mampu menggabungkan kedua gaya kepenulisan tersebut. Itulah penulis yang
terbaik. Ia ibarat koki yang mempu membuat makanan bergizi, namun awalnya tidak
enak untuk dinikmati menjadi suatu makanan yang lezat dan juga bergizi. Ilmu yang
dimiliki oleh penulis sejenis itu adalah ilmu retorika. Atau dalam ilmu sastra
Arab disebut ilmu balaghah, yang konon katanya ilmu tertinggi dalam sastra Arab.
Ilmu inilah yang mampu membuat pembaca atau pendengar merasa betah dan nyaman
menikmati penjelasan dan penjabaran suatu ide hingga ke sisi yang paling
detilnya. Membuat pembaca mau membaca sebuah buku dari daftar isi hingga daftar
pustakanya. Ilmu retorika pula yang membuat pembaca dapat dengan mudah memahami
isi suatu buku namun tidak mengurangi rasa nyamannya dalam melahap habis isi
buku tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be responsible with your comment....