Meski dia Khalifah kedua dari Khilafah Abbasiyyah, tetapi dialah pendiri
yang sesungguhnya Khilafah Abbasiyyah, yang menjadi mercusuar dunia,
pusat peradaban, kebudayaan dan ibukota dunia selama 5 abad. Meski
menjadi khalifah di masa transisi, dari Bani Umayyah ke Bani Abbasiyyah,
dia berhasil melewati semua rintangan dengan bijak dan gemilang. Dia
akhirnya berhasil membangun sebuah negara dengan kesadaran total, kerja
keras yang luar biasa, dan politik yang bijaksana.
Dia menjadi Khalifah sejak Dzulhijjah 136 H/Juni 754 M ketika berusia 41 tahun. Dia memindahkan ibukota Khilafah dari Damaskus, Suriah, ke Baghdad, Irak. Baghdad dipilih sebagai ibukota baru untuk membuka lembaran sejarah baru Khilafah yang jauh dari sejarah kelam di masa lalu. Dipilihlah Baghdad, tempat yang terletak di Pantai Dajlah. Dialah yang meletakkan batu pertama pembangunan kota itu pada tahun 145 H/762 M. Dengan mempekerjakan sejumlah insinyur senior dan pekerja, hanya dalam waktu 4 tahun dia merampungkan pembangunan Kota Baghdad sehingga secara resmi ibukota Khilafah dipindahkan ke sana tahun 149 H/766 M. Khalifah, istri dan apatur administrasi negara dipindahkan ke sana pada tahun yang sama. Kota Baghdad pun dia beri gelar dengan Madinatu as-Salam (Kota Keselamatan). Tidak hanya itu, dia pun memperluas tepi barat Sungai Dajlah pada tahun 151 H/768 M dengan mendirikan kota baru di bagian timurnya dengan nama Rashafah. Di kota ini, dia membangun benteng, parit, masjid dan istana.
Peninggalan al-Manshur yang spektakuler untuk pengembangan sains dan teknologi, serta pusat peradaban adalah Baitu al-Hikmah. Ini merupakan tempat yang terletak di jantung istana Khilafah, di Baghdad. Dia sendiri yang mengurus Baitu al-Hikmah, yang sekaligus menujukkan perhatian yang luar biasa pada sains, teknologi dan para ulama dan intelektualnya. Melalui Baitu al-Hikmah ini dia melakukan proyek penerjemahan buku-buku peninggalan Yunani Kuno, seperti kedokteran, teknis engineering, matematika dan astronomi ke dalam bahasa Arab. Di antara penerjemah itu ada juga orang Kristen. Baitu al-Hikmah ini tetap bertahan hingga Baghdad diluluhlantakkan oleh tentara Mongol tahun 656 H/1258 M.
Untuk mempertahankan negaranya, setelah pilar-pilarnya berdiri kokoh, al-Manshur pun mulai melakukan ekspansi ke luar negeri khususnya menghadapi Bizantium. Akhirnya, Bizantium pun meminta dilakukan perjanjian damai pada tahun 149 H/766 M, dan permintaan itupun dipenuhi oleh sang Khalifah. Meski tampak sikap Khalifah al-Manshur begitu tegas dan garang, tetapi dia senantiasa mendengarkan pandangan ulama dan menerima mereka dengan lapang dada, meski terdengar keras. Itulah yang dia tunjukkan kepada Sufyan at-Tsauri, Amru bin Ubaid, Ibn Abi Dzuaib, al-Auzai dan lain-lain. Adapun sikap dia yang tegas terhadap Imam Abu Hanifah dan Malik, karena di mata sang Khalifah, kedua ulama ini dianggap sebagai pendukung Alawiyah. Khalifah agung ini pun meninggal dunia pada 6 Dzulhijjah 158 H/7 Oktober 755 M, ketika sedang berihram untuk haji dan umrah. Dia dimakamkan di makam al-Mala (Sumur Maimun), di atas kota Makkah.[]
Dia menjadi Khalifah sejak Dzulhijjah 136 H/Juni 754 M ketika berusia 41 tahun. Dia memindahkan ibukota Khilafah dari Damaskus, Suriah, ke Baghdad, Irak. Baghdad dipilih sebagai ibukota baru untuk membuka lembaran sejarah baru Khilafah yang jauh dari sejarah kelam di masa lalu. Dipilihlah Baghdad, tempat yang terletak di Pantai Dajlah. Dialah yang meletakkan batu pertama pembangunan kota itu pada tahun 145 H/762 M. Dengan mempekerjakan sejumlah insinyur senior dan pekerja, hanya dalam waktu 4 tahun dia merampungkan pembangunan Kota Baghdad sehingga secara resmi ibukota Khilafah dipindahkan ke sana tahun 149 H/766 M. Khalifah, istri dan apatur administrasi negara dipindahkan ke sana pada tahun yang sama. Kota Baghdad pun dia beri gelar dengan Madinatu as-Salam (Kota Keselamatan). Tidak hanya itu, dia pun memperluas tepi barat Sungai Dajlah pada tahun 151 H/768 M dengan mendirikan kota baru di bagian timurnya dengan nama Rashafah. Di kota ini, dia membangun benteng, parit, masjid dan istana.
Peninggalan al-Manshur yang spektakuler untuk pengembangan sains dan teknologi, serta pusat peradaban adalah Baitu al-Hikmah. Ini merupakan tempat yang terletak di jantung istana Khilafah, di Baghdad. Dia sendiri yang mengurus Baitu al-Hikmah, yang sekaligus menujukkan perhatian yang luar biasa pada sains, teknologi dan para ulama dan intelektualnya. Melalui Baitu al-Hikmah ini dia melakukan proyek penerjemahan buku-buku peninggalan Yunani Kuno, seperti kedokteran, teknis engineering, matematika dan astronomi ke dalam bahasa Arab. Di antara penerjemah itu ada juga orang Kristen. Baitu al-Hikmah ini tetap bertahan hingga Baghdad diluluhlantakkan oleh tentara Mongol tahun 656 H/1258 M.
Untuk mempertahankan negaranya, setelah pilar-pilarnya berdiri kokoh, al-Manshur pun mulai melakukan ekspansi ke luar negeri khususnya menghadapi Bizantium. Akhirnya, Bizantium pun meminta dilakukan perjanjian damai pada tahun 149 H/766 M, dan permintaan itupun dipenuhi oleh sang Khalifah. Meski tampak sikap Khalifah al-Manshur begitu tegas dan garang, tetapi dia senantiasa mendengarkan pandangan ulama dan menerima mereka dengan lapang dada, meski terdengar keras. Itulah yang dia tunjukkan kepada Sufyan at-Tsauri, Amru bin Ubaid, Ibn Abi Dzuaib, al-Auzai dan lain-lain. Adapun sikap dia yang tegas terhadap Imam Abu Hanifah dan Malik, karena di mata sang Khalifah, kedua ulama ini dianggap sebagai pendukung Alawiyah. Khalifah agung ini pun meninggal dunia pada 6 Dzulhijjah 158 H/7 Oktober 755 M, ketika sedang berihram untuk haji dan umrah. Dia dimakamkan di makam al-Mala (Sumur Maimun), di atas kota Makkah.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be responsible with your comment....