Ada anggapan yang mengatakan bahwa esensi manusia itu mengalami perubahan mengikuti perkembangan zaman. Dan korelasinya, sistem kehidupan pun harus ikut berubah mengikuti perubahan zaman tersebut. Ada pula yang mengatakan aturan islam itu sudah tidak up to date lagi, barbarian katanya, karena hanya dapat digunakan untuk mengatur manusia zaman dulu, atau zaman kala Rasulullah masih hidup. Dan karena ada perubahan signifikan dalam diri manusia alias esensinya berubah, maka konsekuensinya aturan yang disampaikan oleh Rasulullah untuk mengatur kehidupan manusia juga harus disesuaikan dengan kondisi kekinian. Sekali lagi ini cuma anggapan, dan jika anggapan ini salah maka konsekuensi tersebut menjadi tidak berlaku, dan berarti aturan atau syariat Islam masih pantas digunakan pada masa kini.
Mari kita lihat satu persatu. Alexander the Great sekian tahun Sebelum Masehi, ketika melakukan ekspedisi dan penaklukan dari Macedonia hingga ke sisi timur dunia, sesungguhnya melakukan apa? Pembunuhan. Kita tengok lagi, Chandra Gupta yang juga pada masa Sebelum Masehi, terkenal dengan pasuka gajahnya, juga melakukan penaklukan-penaklukan, dengan kata lain: Pembunuhan. Begitu pula dengan ketika Muhammad al Fatih menaklukkan Konstantinopel, yang juga terjadi pembunuhan-pembunuhan antar kedua pihak. Kalau kita melihat kondisi sekarang, bisa kita lihat di berita-berita, ada seorang lelaki yang menghabisi nyawa lelaki lain yang ia duga berselingkuh dengan istrinya, ada pula berita tentang tawuran antar mahasiswa yang mengambil korban hingga tewas, dan bahkan berita tentang serangan militer Israel terhadap milisi Hamas di Gaza-Palestina, dan yang baru saja ramai diberitakan, tentang pembantaian terhadap etnis muslim Rohingya di Myanmar. Sebenarnya kita melihat sesuatu yang hakikatna sama, pembunuhan. Yang didorong oleh adanya keinginan manusia untuk mengeksiskan dirinya, dan jika ada yang berusaha untuk menghalangi kehendaknya, maka yang terjadi ialah benturan dan pembunuhan. Sementara apa yang berbeda dengan zaman sebelum masehi dan masa Rasulullah semasih hidup? Tidak ada lain kecuali teknologinya. Pada masa kini kita bsa menyaksikan pembunuhan dengan cara yang cepat dan tidak menguras tenaga. Kita bisa menemukan kasus pembunuhan dengan senjata api, pistol, bom, dan lain-lain. Penyerangan milter pun lebih mematikan dengan tank baja, peluru, roket, mitraliour, bom kluster, bom atom. Secara teknologi, manusia mengalami perubahan, makin maju, makin modern. Namun apakah hakikat manusia berubah? Tidak. Sejak zaman Adam, pembunuhan terhadap Habil oleh Qabil, hingga masanya Hitler dan Bush, manusia memiliki kecenderungan yang sama, membunuh, dalam rangka mempertahankan dirinya dan eksistensinya di muka bumi, termasuk memenuhi seluruh keinginan-keniginannya.
Contoh yang lain, berhubungan seks. Sejak dahulu manusia mengenal dan butuh untuk berhubungan seks, atau memenuhi kebutuhan seks/birahinya. Meskipun kita mengenal adanya larangan bagi para kaum rahib dan pastur di agama budha dan kristen, kebutuhan seks ini tidak dapat dihindarkan, sehingga terkenal kasus-kasus yang berkaitan dengan skandal seks antara pastur dan suster yang tinggal di gereja, antar sesama pastur yang lelaki pun terjadi aktivitas menyimpang dalam rangka memenuhi kebutuhan seksnya. Bahkan pada masa akhir-akhir ini yang ramai dengan "revolusi seks" dengan banyaknya penemuan alat-alat yang ditujukan untuk memenuhi kebutuhan seks manusia. Sebut saja vibrator. Atau berkaitan dengan isu pembatasan jumlah penduduk yang terus menerus diopinikan, ternyata tidak membuat aktivitas manusia untuk memenuhi kebutuhan seksnya mati, malah manusia menjadi semain kreatif hingga ada penemuan baru lagi berupa alat dan teknik kontrasepsi, misalnya kondom, Pil KB, dan vasektomi, yang kesemuanya ditujukan agar pembatasan jumlah penduduk tetap bisa dijalankan, kebutuhan seks manusia pun tidak terhalangi.
Contoh yang lain lagi. Pencurian. Pada masa kecil mungkin kita pernah mendengar cerita Ali Baba dan 40 penyamun, yang konon ditulis pertama kali pada sekitar abad 9, ternyata sampai sekarang kita masih saja menemukan yang namanya pencuri. Mulai dari pencuri kecil-kecilan yang target pencuriannya hanya sekadar sandal baru yang berumur kurang dari seminggu yang parkir di depan pintu masjid hingga yang target pencuriannya APBN yang bisa dipepet-pepetin. Bahkan sekarang kita mengenal istilah cyber crime, yang hanya butuh modal akses akses internet, uang di rekening orang lain yang entah siapa, bisa berubah menjadi Jaguar yang parkir di depan rumah si pencuri. Itu semua dilakukan hanya sambil main komputer, facebookan, minum kopi, dll.
Contoh lain lagi, dalam hal masakan, pada zaman purba manusia dalam menyajikan makanan hanya mengenal teknik membakar dan merebus. Sekarang kita mengenal teknik menggoreng, memasak dengan microwave, magic jar, memanggang dengan Aluminium foil, dan lain-lain. Begitu pula dengan racikan bumbu, manusia telah mengenal banyak racikan bumbu masakan. Namun, yang berubah hanyalah teknologinya, pada hakikatnya, manusia tetap sama, membutuhkan makanan untuk tetap hidup, menyukai harta bahkan hingga mencuri, dan membutuhkan penyaluran birahi.
Seorang ulama, mujtahid, dan juga sosiolog, Syekh Taqiyuddin An Nabhani, dari Palestina, pada tahun 1950-an dalam bukunya beliau memetakan esensi manusia ke dalam 3 hal: hajatul udhawiyah, naluri, dan akal. Jadi ada perincian setelah kita membuktikan bahwa tidak ada perubahan pada hakikat manusia. Yang pertama, hajatul udhawiyah atau bahasa Indonesianya kebutuhan pokok. Kebutuhan pokok ini munculnya dari dalam diri sendiri. Dan sifatnya harus dipenuhi, agar manusia bisa tetap hidup. Contohnya makan, minum, bernapas, ekskresi. Dan kebutuhan ini tetap sama pada manusia zaman dulu sampai manusia zaman sekarang dan masa akan datang. Hewan pun demikian, dilahirkan dengan modal kebutuhan pokok ini.
Yang kedua, naluri. Naluri ini munculnya akibat ada stimulan atau rangsangan dari luardiri manusia. Sehingga memenuhi naluri bukanlah sesuatu yang harus dilakukan agar individu manusia bisa tetap hidup. Beliau membagi naluri manusia menjadi 3 hal. Naluri mensucikan, naluri seksual, dan naluri mempertahankan diri.
Naluri mensucikan sesuatu, yang dipenuhi dengan beragama, mengakui keberadaan tuhan, dan menyembah tuhan. Karena ini cuma naluri, maka bagi orang-orang yang tidak mengakui tuhan, bahkan yang mengaku sebagai tuhan tidak akan mati karena itu. Hanya saja naluri ini disalurkan pada hal lain. Semisal orang-orang yang mengaku ateis naluri ini disalurkan pada pensucian terhadap pemikiran para filsuf yang menjelaskan bahwa eksistensi tuhan ialah negatif. Sama juga dengan kaum komunis yang meyakini paham materialisme namun sangat mengagungkan Karl Marx dengan "kitab sucinya" Das Kapital, dan novel-novel para filsuf Rusia. Atau orang-orang yang mengaku beragama, mengakui Allah sebagai Tuhannya namun sesungguhnya sangat memuja sesama manusia. Seperti para pemuja seniman, artis, misalnya Ungu dengan para penggemarnya yang ekstrim, yang katanya mau diapain aja asal sama Pasha. Atau remaja remaji yang sangat mengidolakan Sm*ash yang rela terinjak-injak asalkan bisa ketemu sama personil-personilnya. Ini semua didorong oleh adanya naluri mensucikan dalam diri manusia. Naluri kedua, naluri seksual, termasuk juga dalam naluri ini ialah naluri untuk berkasih sayang dan melanjutkan keturunan. Naluri ini juga munculnya karena ada stimulan dari luar. Dan tidak memenuhinya tidak menyebabkan kematian, namun hanya mengakibatkan kegelisahan. Dan naluri ketiga, naluri mempertahankan diri, mengeksiskan diri. Sudah barang tentu manusia ini eksis dan diakui oleh manusia lain, dan jika ada yang mencoba menafikan eksistensinya atau tidak mengakuinya, maka akan ada aksi yang dilakukan oleh manusia tersebut. Mulai dari kecewa atau menangi jika tidak dihargai atau dilecehkan, hingga kontak fisik jika ada yang menghalangi usahanya untuk eksis. Naluri ini pula yang mendorong manusia memiliki harta sebanyak-banyaknya, bukan karena kebutuhan, tapi karena ingin diakui sebagai orang yang berpunya. Nah, ketiga naluri manusia ini dari zamannya manusia berburu dan meramu hingga zamannya klik dan pencet masih tetap sama, tidak ada perubahan, yang berubah hanya teknologinya.
Dan esensi manusia yang ketiga, akal. Beliau mendefinisikan, akal ialah kemampuan yang dimiliki oleh otak yang tidak dimiliki oleh makhluk lain, dan menjadi pembeda manusia dengan makhluk lain. Ada 2 input yang diterima oleh akal, yakni informasi yang disampaikan sebelumnya dan fakta yang dapat diindera oleh manusia tersebut. Dari kedua input ini kemudian akal memprosesnya hingga keluarlah output yang berupa keputusan yang ditunjukkan berupa tindakan. Contohnya di depan saya ada sebuah benda, bentuknya silinder, panjangnya sekitar 17 cm, diameternya sekitar 0,75 cm, warna biru, dan tertulis Pilot BPT-P pada benda tersebut. Saya dapat menggunakan benda itu untuk menggaruk punggung saya jika gatal, bahkan untuk ngupil pun bisa. Tapi karena saya sudah tahu, karena diberi tahu, bahwa benda itu ialah pulpen, maka saya menggunakan benda itu untuk menulis dan bukan untuk mengupil, kecuali kadang-kadang, hehe. Nah inilah gunanya akal. Anak bayi yang belum memahami informasi bahwa benda itu adalah pulpen tentu tidak akan menggunakan benda itu sesuai kegunaannya yaitu menulis. Dari zaman dulu sampai sekarang manusia dilahirkan dalam kondisi memiliki akal, meskipun kadar kemampuannya berbeda-beda untuk tiap individu.
Urgensi mengetahui esensi manusia untuk apa?
Kita mengetahui bahwa dalam Islam ada perintah dan larangan yang ditujukan pada manusia. Namun, larangan-larangan dalam Islam bukan merupakan larangan-larangan yang menghalangi kebutuhan pokok manusia. Islam tidak melarang manusia makan nasi, Islam tidak melarang manusia menghirup oksigen, namun Islam melarang perzinahan, korupsi, dan pencurian. Tipikal aturan-aturan Islam seperti itu. Islam membolehkan memuaskan naluri seksual, asalkan mengikti aturannnya. Islam tidak mengekang. Tidak seperti umat lain yang mengharamkan pernikahan, dan juga tidak membebaskan sebebasnya seperti kaum liberal. Islam menentukan perintah dan larangan tersebut tidak lain agar tindakan yang diambil manusia sejalan dengan tujuan dicipatakannya manusia. Hal ini yang harusnya mmbuat kita bangga terhadap ide dan ajaran Islam. Bukannya malah terganggu oleh hadirnya ide-ide dari luar Islam seperti human rights dan liberalisme. Sehingga dengan memahami esensi manusia diharapkan tidak ada lagi alasan bagi kita menolak sistem hukum Islam karena tidak sesuai dengan hakikat manusia.
Itu baru argumen secara logika. Secara dalil syara', apakah kita tidak yakin dengan apa yang diwahyukan Allah azza wa jalla dalam al Qur'an pada surat al Anbiya ayat 107: "Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam." Yang menunjukkan bahwa apa yang disampaikan oleh Rasulullah memang merupakan ajaran dan tata aturan yang merupakan bukti rahmat dan kasih sayang Allah bagi seluruh makhluk di dunia, dari manusia hingga hewan, termasuk jin.
Pada surat Al Maaidah ayat 3 Allah juga berfirman: "Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah , daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya , dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah , (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang". Yang menunjukkan bahwa ajaran Islam sudah sempurna bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman, dan tidak perlu dimodifkasi atau dicarikan sistem hukum tandingan yang menggantikannya untuk mengatur kehidupan manusia, seperti yang sering dikatakan oleh kaum liberal dan para politikus yang menolak sistem hukum Islam.
Dan firman Allah pada surat at Taubah ayat 33: "Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai." Allah sendiri telah menjamin bahwa Islam telah ditinggikan, Islam adalah petunjuk, dan pasti akan dimenangkan atas way of life lain di luar Islam. Sehingga jika ada sebagian dari kita yang menolak mati-matian, maka berarti telah terjadi pembangkangan terhadap apa yang Allah sampaikan. Dan kita telah melakukan perbuatan pengkhianatan terhadap apa yang Rasulullah sallallahu alaihi wa sallam sampaikan dan contohkan. Padahal secara logika aturan buatan manusia sudah terbantahkan, dan yang sesuai esensi/hakikat manusia ialah Islam.
Maka, seandainya kita sudah mengetahui hakikat manusia dan korelasinya terhadap sebuah kepercayaan tentang sistem keberagamaan kita, maka kita harusnya mengabaikan bisikan-bisikan orang yang mengatakan bahwa sistem hukum Islam ialah sistem hukum yang barbar, kuno, tidak sesuai dengan zaman, dan perlu dimodifikasi. Dan apabila justru kita malah membangkang dan menolak keabsahan sistem hukum Islam dalam mengatur kehidupan manusia, maka yang perlu dipertanyakan ialah kemusliman kita. Wallahu a'lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be responsible with your comment....