Sebenarnya sangat banyak ide-ide yang berseliweran di atas dan di dalam kepala mengenai apa yang akan saya tuliskan. Tapi sebelumnya kita buka dengan basmalah.. “bismillah..”
Akhirnya pilihan tulisan untuk dini hari ini jatuh pada satu tema yang sebenarnya berasal dari diskusi agak ngawur dari bocah-bocah junior pada waktu itu. Saya pikir daripada sayang hanya disaksikan oleh dinding dan karpet yang diam membisu dan tak mampu berkomentar dan mencaci maki, lebih baik saya buat tulisan saja. Mungkin saja belum ada yang nulis tentang ini. Dan saya yakin belum ada, karena ini memang suatu penemuan besar dalam sejarah kehidupan manusia, sejak zaman opa Adam dan oma Hawa, sampai jamannya Sule dan Susis; mungkin.
Sumber pemikiran ini dari teman saya yang memang sangat jenius, dan tidak ada yang ragu bahwa dia itu seorang yang jenius. Justru jika ada yang menganggapnya tidak jenius, maka orang itu harus ragu apakah dia dalam keadaan hidup atau tidak (hahay). Teman saya itu bilang kayak gini, saya lupa redaksi kalimatnya, intinya, teman saya bilang bahwa manusia itu harus egois untuk bisa masuk surga. Manusia harus bisa manfaatkan semua yang ada di dunia ini untuk bikin dirinya bisa masuk surga. Orang lain? gak peduli. saya sendiri aja belum pasti masuk surga? Jadi,tidak ada istilah mengajak masuk surga. Jadi kalo misalkan kita ngajakin orang buat beriman pada Allah, buat rajin beribadah, solat 5 waktu, ngejaga pandangan, itu sebenarnya bukan buat ngajak orang itu buat masuk surga. Tapi itu untuk diri kita. Sebenarnya, pas lagi ngajak itu yang ada di niatan kita, ”Ya Allah, semoga ajakanku ini kau anggap sebagai pahala, dia mau ikut atau nggak, itu bukan urusan saya. Dia masuk surge atau nggak,itu bukan urusan saya. Yang penting saya masuk surge”. Itulah yang teman saya sebut, manusia itu harus egois.
***
Setelah saya pikir-pikir (kebetulan lagi gak males mikir, hehe), betul juga yah.. Manusia itu harus egois. Egois untuk dapat cintanya Allah. Egois untuk dapat ridonya Allah. Kita Cuma nyari itu aja, gak yang lain. Lha memang itu ‘kan tujuan kita untuk hidup?
Kalau dibahasakan dengan bahasa kerennya, “fastabiqul khoirot”. Jadi, manusia tuh cepet-cepetan buat jadi yang terbaik. Dulu-duluan buat jadi yang teratas di akhirat nanti. Tampil semolek-moleknya dan semenawan-menawan mungkin di hadapan Allah. Dan nggak pengen jadi yang jaga pintu surga atau jadi gelandangan di luar surga. Kalo istilah yang lebih ekstrim lagi: “menghalalkan segala cara untuk masuk surga”
Atau, kalau mau dibawa ke kasus dakwah, atau ajak-mengajak, atau nasihat-menasihati, si pengajak ini gak boleh merasa bangga kalau yang diajak itu ngikutin ajakannya, dan gak boleh merasa kecewa kalo ajakannya ga diikutin. Soalnya kalo masih ada perasaan semacam itu berarti si pengajak nih belum egois. Dia masih mikirin orang lain. Si yang diajak mo ngikut ato gak itu bukan urusan si pengajak. Si pengajak harusnya fokus agar bagaimana ajakannya itu dinilai sebagai kerja keras, kerja serius, karya menawan, dan akhirnya Allah mengucapkan, “Good job!”. Mungkin ini yang disebut “ikhlas”.
***
Ambisius dan ikhlas. Itu yang terkandung dalam keegoisan. Ini bukan main-main. Karena ini menyangkut keadaan pada saat di hari penghisaban nanti. Semua orang akan sibuk dengan dirinya masing-masing. Ibu lupa anaknya. Suami lupa istrinya. Teman lupa dengan teman karibnya. Semua saling meninggalkan. Saking menegangkannya hari itu. Saking mengerikannya hari itu. Saking mencekamnya hari itu. Bayangkan saja, hari itu yang menentukan manusia akan berada di surga atau neraka dalam jangka ribuan, jutaan, miliaran tahun, atau mungkin selama-lamanya.
Yakini jalan yang benar, ketahui apa yang harus dilakukan untuk menempuh jalan itu, tempuhlah jalan itu, dan teruslah berjalan, kemudian berlari, akselerasi kalau perlu, hingga tiba di garis finish, semoga kita berjumpa di sana, tapi saya berharap saya yang lebih dulu tiba, karena saya ingin menjadi seorang yang egois, kabulkanlah ya Allah.
Itu aja..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be responsible with your comment....