Ada apa dengan dunia ini? Ketika
kita keluar dari dalam rumah kita, langsung aurat yang menjadi pemandangan
umum. Kalau seandainya kita hidup di eropa ataupun negeri kafir yang lain,
mungkin itu menjadi hal yang wajar. Tapi saya hidup di Indonesia dan itu menjadi
hal biasa, pemandangan aurat. Itu baru di lingkungan rumah dan RT RW. Coba jalan
lagi ke pusat berkumpulnya manusia, taman kota, pasar-pasar, termasuk mall. Nuansa
berlomba-lomba untuk tampil sensual sangat terasa, meskipun tidak semua orang,
karena ada sedikit gelintir yang masih mempunyai rasa malu.
Hal ini sebenarnya tidak
lepas dari pengaruh dan pembiasaan lingkungan. Dan yang berperan paling besar
ialah dari lingkungan terkecil yakni rumah. Kondisi seperti ini mungkin dan
telah terjadi karena ketika kecilnya, si manusia yang senang memamerkan
auratnya ini tidak diberi pemahaman dari orang tuanya sendiri. Orang tua mereka
membiarkan mereka berdandan sesuai keinginannya, dan tentunya sesuai dengan
yang paling sering mereka lihat dan dianggap indah oleh masyarakat, yakni artis-artis
yang sering tampil di TV. Ditambah lagi orang tua tidak memberikan teladan dan
contoh yang terbaik untuk berpakaian, jadilah mereka menjadikan tontonan
sehari-hari sebagai panutan mereka dalam berpakaian.
Selain dari factor lingkungan
yang terkecil tersebut, ada beberapa factor lagi yang lebih besar:
1.
Globalisasi yang
membuat transfer budaya dari belahan dunia lain ke belahan dunia yang lain
menjadi tidak tertahankan. Sehingga dapat kita perhatikan dunia timur yang
cenderung lemah dalam mentransfer budayanya, akan lebih banyak menerima budaya
dari dunia barat. Termasuk budaya dalam berpakaian yang menonjolkan
sensualitas, dan tidak mengenal batasan aurat sebagaimana diatur dalam Islam. Globalisasi
sebenarnya tidak akan menjadi suatu masalah apabila pemerintah suatu Negara memperhatikan
dampak buruknya dan bertindak cerdas dan taktis dalam memfilter budaya yang masuk
dalam lingkungan Negara. Namun apadaya apabila Negara pun acuh pada hal itu,
jadilah rakyat yang berjuang sendiri untuk memfilter, dan hanya bisa efektif
hingga depan pintu rumahnya saja.
2.
Orang tua tidak
menanamkan rasa malu sedari kecil. Dengan dibiarkan memakai celana pendek, pakaian
atasan yang terbuka, sehingga ketika si anak beranjak remaja, ketika ia
berpakaian terbuka seperti itu, tidak ada perasaan risih apalagi berdosa.
3.
Selain karena
orang tua yang tidak menanamkan rasa malu, orang tua juga tidak paham mengenai
batasan aurat, dan otomatis anaknya pun tidak memahami. Padahal Rasulullah
telah menyampaiakn dalam hadisnya: sabda Rasulullah
kepada Asma’ binti Abu Bakar,
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidh) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR Abu Dawud]
“Wahai Asma’ sesungguhnya seorang wanita itu apabila telah baligh (haidh) maka tidak boleh baginya menampakkan tubuhnya kecuali ini dan ini, seraya menunjukkan wajah dan telapak tangannya.” [HR Abu Dawud]
4.
Kurangnya keterikatan
orang tua terhadap hukum syara’, sehingga orang tua tidak merasa wajib untuk
mendidik anaknya agar menjauhi perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum syara’
termasuk menampakkan aurat.
Akibat dari factor-faktor
tersebut, maka kita bisa saksikan:
1.
Moral masyarakat
turun dengan sangat jauh. Rasa malu individu dan masyarakat menjadi sangat
rendah. Dapat dengan mudah ditemukan aurat di ruang-ruang public. Terlihat
bukan tanpa sengaja, melainkan memang diniatkan untuk dipertontonkan. Akhirnya
(maaf) tidak bisa dibedakan antara hewan dan manusia karena kedua-duanya
sama-sama telanjang, bedanya yang lain punya akal, yang lain tidak.
2.
Karena lingkungan
menganggap bahwa membuka aurat ialah hal yang biasa, maka anak-anak yang baru
tumbuh remaja pun menganggap demikian, dan membuat hilang kesadaran mengenai
dosa akibat membuka aurat. Tidak ada pula standar yang pastu dalam berpakaian,
melainkan hanya mengikuti trend dan asal menarik lawan jenis.
3.
Kehidupan hedonism
berkembang luas. Masyarakat menjadi makin konsumtif dalam hal fashion akibat
tidak adanya batasan dalam berpakaian dan saling berlomba-lomba untuk tampil
menarik dan mengundang syahwat.
4.
Akibat pameran
aurat terbuka bisa ditemui dimana-mana dengan mudah, syahwat masyarakat
terpicu, maka seks bebas pun merebak, baik dengan pintu kencan/pacaran/suka
sama suka ataupun dengan cara paksaan/pemerkosaan.
Dalam masalah pegangan hidup
khususnya dalam hal berpakaian, umat Islam harusnya tidak perlu merasa bingung
lagi, karena Islam telah memberikan batasan-batasan yang tidak boleh dilewati,
dan membolehkan segala yang berada di dalam koridor tersebut, yaitu (khusus
untuk wanita):
1.
Menutup dan
melingkupi seluruh aurat, bagi pria dari pusar hingga lutut, bagi wanita
seluruh tubuhnya, termasuk kakinya, kecuali wajah dan telapak tangannya.
2.
Tidak berniat
untuk bertabarruj (bersolek). Karena banyak juga yang berhasil menutup auratnya
namun tetap bertabarruj. Sedangkan pengertian tabarruj
adalah menonjolkan perhiasan, kecantikan termasuk bentuk tubuh dan
sarana-sarana lain dalam berpenampilan agar menarik perhatian lawan jenis.
Sarana lain yang biasa digunakan misalnya wangi-wangian, warna baju yang
mencolok atau penampilan tertentu yang “nyentrik” atau perhiasan yang berbunyi
jika dibawa berjalan.
3.
Menggunakan bahan
yang tebal dan tidak tembus pandang.
4.
Longgar dan
tidak jatuh sebagaimana kaos.
5.
Tidak memakai
wangi-wangian. Dalil yang menerangkan mengenai larangan memakai wangi-wangian
yang diriwayatkan dari Abi Musa Asy Sya’rawi:
“Wanita yang memakai parfum, kemudian melewati suatu kaum (sekelompok
orang) supaya/sampai mereka mencium aromanya maka berarti dia pezina.”
6.
Tidak menyerupai
laki-laki. Dalil hadis adalah riwayat Ibnu Abbas RA
bahwa,”Rasulullah SAW telah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita dan melaknat
wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR Bukhari). Hadis ini mengharamkan
perbuatan laki-laki menyerupai wanita atau perbuatan wanita menyerupai
laki-laki.
7.
Tidak menyerupai
pakaian orang kafir.
8.
Bukan untuk
mencari popularitas. Libas Syuhrah adalah setiap pakaian yang dipakai
dengan tujuan meraih popularitas ditengah-tengah orang banyak, baik pakaian
tersebut mahal, yang dipakai seseorang untuk berbangga dengan dunia dan
perhiasannya. Maupun pakaian yang bernilai rendah yang dipakai seseorang untuk
menampakkan kezuhudannya dan dengan tujuan riya.
Dari Ibnu
Umar ra. Rasulullah SAW bersabda : "Barang siapa yang mengenakan pakaian
syuhrah (untuk mencari popularitas) di dunia, niscaya Allah mengenakan pakaian
kehinaan kepadanya pada hari kiamat, kemudian membakarnya dengan api
neraka."
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
(HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Setelah mengetahui penyebab
dan akibat yang dapat ditimbulkan karena rasa malu itu dipinggirkan, sekarang
kita tentu harus berusaha untuk menanamkan rasa malu, dan akan lebih baik bila
dilakukan sejak dini, yaitu dengan cara:
1.
Orang tua harus
memahami tugasnya untuk menghindarkan anaknya dari berbuat dosa. Sebagaimana firman
Allah: “Wahai orang-orang yang beriman, jagalah
dirimu dan keluargamu dari api Neraka yang bahan bakarnya manusia dan
batu”.(At-Tahrim : 6). Sehingga orang
tua berkewajiban untuk mengenalkan hukum syara’ kepada anaknya, sambil juga
memberikan teladan kepada anaknya. Karena menyuruh bukan cara yang efektif, dan
akan lebih baik jika dilakukan dengan pemberian teladan yang dimulai dari orang
tuanya.
2.
Menjelaskan dan
mengingatkan kepada anak mengenai teladan yang dilakukan oleh orang tua, dan
jika sudah cukup berakal, dengan dalil-dalil.
“Katakanlah
kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandanganya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci
bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat".” (An Nur: 30).
“Hai
Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan
isteri-isteri orang mu'min: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke
seluruh tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk
dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.” (Al Ahzab: 59).
3.
Menanamkan pada
anak rasa rindu pada surge, bahkan lebih besar daripada rasa takutnya pada
neraka. Dan menjelaskan mengenai tujuan hidupnya manusia di dunia.
Adapun solusi terhadap
kondisi yang telah membudaya di masayrakat ini ialah solusi yang harus
dilakukan dalam lingkup keluarga, masyarakat, dan Negara.
Dalam lingkup keluarga, yang
merupakan kunci dari perubahan paling kecil, ialah dengan penyadaran dan
pemberian pemahaman mengenai kewajiban untuk menyandarkan segala perbuatan terhadap
hukum syara’ dan tujuan kehidupan manusia di dunia.
Kemudian dalam lingkup
masyarakat, hal yang bisa dilakukan ialah amar maruf nahi munkar. Dengan melihat
kondisi tetangga masing-masing, dan member nasihat apabila tetangga kita
melakukan kesalahan. Karena apabila tetangga kita berbuat salah maka itupun
termasuk andil kita untuk berbuat salah, karena kita lalai untuk ber- amar
maruf nahi munkar.
Dan lingkup terbesar, yakni Negara,
sekaligus lingkup yang paling punya power, hal yang seharusnya bisa dilakukan
ialah mengatur alur informasi dan juga transfer budaya yang masuk ke dalam Negara.
Juga dengan mengendalikan media cetak dan elektronik. Dengan adanya filter dari
Negara, seharusnya arus budaya sekuler yang merusak moral dan kesadaran
masyarakat dapat diatasi. Namun, pada kondisi ini, Negara tidak bisa berbuat
seperti itu karena Negara tidak mempunyai standar baik buruk yang pasti dan
benar. Sehingga perlu adanya penerapan standar baik buruk yang paling benar
yakni syariat Islam itu sendiri dalam Negara agar iman dan aqidah masyarakat
muslim ini dapat dilindungi dan masyarakat dapat menaati hukum syara’
sebagaimana yang diperintahkan Allah azza wa jalla.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be responsible with your comment....