Kayak nama samaran gadis korban pemerkosaan atau pelecehan seksual aja?! Apa gak ada nama samaran yang lain? Tapi saya akan menjawab: Ah, suka-suka saya yang nulis dong, mau saya kasih nama Mawar atau Bunga, itu kan terserah saya. Suatu masa, Mawar kemudian ditawari oleh kawannya yang aktif dalam kelompok pengajian untuk dioperasi bibirnya agar tak sumbing lagi.
Singkat cerita, akhirnya operasi itu pun berjalan lancar sehingga bibir Mawar tak lagi sumbing, persahabatan mereka pun berjalan semakin baik. Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan, tahun berganti tahun. Tahun apa yang paling enak? Hayo tebak!
Jawabnya: tahun Sumedang (lho, itu kan, tahu Sumedang?) Alah, masa bodo! Kalo saya mau nyebutnya tahun Sumedang, kalian mau apa? Sekarang, tahun apa yang paling gede? Jawabnya: tahun isi Sumedang. Kenapa? Iya dong, lha wong kota Sumedangnya aja se-gede itu, apalagi kalo ada tahun yang isinya Sumedang, pasti gede sekali.
Wajan apa yang paling gede? Jawabnya: wajan yang dipake buat ngegoreng tahun isi Sumedang tadi, pasti gede banget! Warung siapa yang paling gede? Nah… kalian pasti udah mulai bisa nebak. Ya, benar, jawabannya adalah: warungnya Mak Erot. Kenapa? Karena cuma warung Mak Erot yang bikin dan jualan tahun isi Sumedang.
Tebak-tebakannya udah dulu, mari kita lanjutkan ceritanya. Waktu pun terus berjalan, entah terkena apa, pemahaman keislaman Mawar menjadi kacau. Layaknya seorang orientalis yang membenci Islam, Mawar pun berani mengeluarkan pernyataan-pernyataan yang kontroversial, berlawanan dengan Islam.
Mawar sangat bersemangat mengkritisi Islam, tapi di sisi lain, Mawar sangat gigih sekali dalam memperjuangkan (baca: menjajakan) ide-ide yang berasal dari ideologi kapitalis yang memang sangat bertentangan dengan Islam. Melihat tindak-tanduk Mawar yang semakin mengkhawatirkan, kawan Mawar yang dulu pernah mengoperasi bibir Mawar pun mendatangi Mawar.
Seakan ingin menagih balas jasa, kawan Mawar meminta agar Mawar tidak meneruskan dan menyebarkan penyimpangannya. Kawan Mawar sepertinya merasa berhak untuk diikuti sarannya karena dulu dialah yang mengoperasi bibir Mawar sehingga tidak sumbing lagi. Namun, Mawar tidak mau mengikuti saran kawannya tersebut, mawar tetap menyebarkan pemahaman yang sebetulnya mengancam aqidah kaum muslimin.
Terlepas dari benar atau tidaknya cerita dari kawan sahabat saya tadi, paling tidak kita bisa mengambil pelajaran dari cerita tadi. Apa pelajarannya? Bahwa Mak Erot jualan tahun isi Sumedang? Bukan. Bukan itu pelajarannya. Tanpa saya beri tahu (hayo, tahu apa yang paling gede?), kalian tentu sudah sangat memahami bahwa ummat saat ini tengah menghadapi problematika yang kompleks; Hubungan sosial masyarakat tidak diatur dengan aturan yang semestinya, sehingga terjadi pelecehan seksual sampai pemerkosaan –mungkin hampir-- setiap hari (lihat aja di acara liputan kriminalitas yang disiarkan di televisi).
Sistem pendidikan juga tidak berpihak kepada rakyat miskin karena memang tidak menggunakan sistem yang semestinya. Sistem perekonomian juga tidak beres sehingga negara terjerat hutang rente dan terjadi penjarahan kekayaan alam yang semestinya dikelola demi kesejahteraan rakyat.
Sistem pemerintahan yang sudah dijalankan sekian lama di negeri ini juga tidak menjanjikan perubahan yang berarti kecuali hanya perbaikan pelipur lara di kala sengsara namun tidak mengentaskan kesengsaraan itu sendiri. Negeri yang kita cintai ini pun masih saja didikte oleh negara adidaya pengusung kapitalis.
Semua permasalahan di atas, termasuk juga masalah Mawar yang sudah keranjingan racun kapitalis (sebetulnya, sudah banyak yang seperti Mawar), menuntut kita untuk bergerak melakukan upaya perubahan agar semua itu sirna dan kita kembali hidup dengan tuntunan yang lurus dalam bermasyarakat dan bernegara, yaitu Islam.
O iya, pelajaran dari cerita kawan sahabat saya di atas adalah: kita tidak bisa mengubah keyakinan seseorang maupun masyarakat hanya dengan memberikan jasa tertentu (misal: pengobatan gratis atau bagi-bagi mie instant). Kalaupun ada perubahan, maka perubahan tersebut bukanlah perubahan yang hakiki, melainkan hanya ikut-ikutan saja tanpa didasari oleh pemahaman yang kuat.
Perubahan seperti itu tidak akan kuat sehingga dengan mudah bisa berubah lagi ke arah yang berbeda. Pelajarannya adalah: jika kita ingin melakukan perubahan masyarakat, maka yang harus kita lakukan terlebih dahulu adalah mengubah pemahaman masyarakat tersebut.
Karena, orang yang memperjuangkan ide-ide kapitalis maupun sosialis --insya Allah-- tidak akan melanjutkan perjuangannya jika dia memahami bahwa ide-ide kapitalis maupun sosialis adalah ide-ide usang, ide-ide busuk yang malah akan membuat kerusakan di muka bumi.
Di samping itu, dia pun diberikan pemahaman bahwa islam adalah sebuah ideologi yang bila diterapkan maka akan menjadi rahmat, bukan hanya untuk kaum muslimin, tapi bagi seluruh alam. Bila dia sudah faham kebusukan ide-ide kapitalis dan sosialis juga faham bahwa islam adalah tuntunan hidup yang benar namun dia masih juga tidak mau mencampakkan kapitalis dan sosialis, maka kemungkinan besar hal itu disebabkan karena dia lebih memilih untuk memperturutkan hawa nafsunya daripada mengikuti kebenaran.
Pelajarannya adalah: jika kita masih menggunakan cara-cara seperti pemberian pengobatan gratis, bagi-bagi mie instan atau sembako gratis untuk merubah masyarakat, maka apa bedanya kita dengan orang-orang di luar islam yang juga menawarkan pengobatan gratis, bagi-bagi mie instan atau sembako gratis untuk mengajak saudara-saudara kita untuk keluar dari islam?
Bahkan, mereka tidak hanya menawarkan pengobatan gratis, tapi juga pendidikan gratis. Mereka tidak hanya memberikan se-kardus mie instan atau se-kantong sembako, tapi juga mau memberikan sapi perah, memberikan kebutuhan pokok untuk berbulan-bulan tanpa harus kerja, asal saudara-saudara kita bersedia keluar dari islam.
Saya sama sekali tidak hendak menyatakan bahwa berbuat baik kepada saudara-saudara kita itu tidak boleh, hal itu adalah amal yang mulia di sisi Allah. Saya hanya ingin berbagi pendapat, bahwa menurut saya, sebaiknya jangan lakukan hal itu untuk mendapat simpati masyarakat agar mengikuti kita.
Atau, bagi kawan-kawan aktivis partai politik, jangan lakukan itu agar masyarakat mau mencoblos partai kawan-kawan dalam pemilu yang akan dihadapi. Kenapa? Karena menurut saya, maaf, hal itu adalah upaya pembodohan masyarakat. Masyarakat diarahkan, maaf, seperti binatang-binatang sirkus yang mau melakukan atraksi sesuai permintaan pawangnya demi mendapatkan makanan.
Pelajaran berikutnya adalah: perlu pemahaman yang jernih tentang metode perubahan masyarakat yang benar sehingga kita tidak melakukan sesuatu yang justru malah tidak ada kaitannya dengan perubahan itu sendiri. Tidak dapat dipungkiri bahwa saat ini kita disuguhi bermacam-macam metode perubahan, sehingga diperlukan standar yang benar dalam memilih metode perubahan yang benar.
Saya jadi teringat dengan kejadian waktu saya masih muda dulu (emang sekarang umur berapa? Rahasia, ah! Yang jelas, belum se-tua Mak Erot penjual tahun isi Sumedang). Dalam sebuah kajian, saya mengusulkan sebuah metode perubahan masyarakat yang saya fahami.
Tapi, sang pembicara malah bilang, “Sekarang, kita lihat saja metode perubahan siapa yang paling banyak pengikutnya. Jika ternyata metode perubahan yang anda tawarkan itu paling banyak pengikutnya atau lebih banyak pengikutnya dibandingkan dengan metode perubahan yang saya gunakan sekarang, maka saya akan mengikuti metode perubahan yang anda gunakan”.
Ketika itu, sebetulnya saya gregetan dan sangat ingin sekali menanyakan, “Jika memang Bapak konsisten dengan standar Bapak, yaitu: benar tidaknya metode perubahan itu tergantung dari banyak tidaknya pengikut, maka apakah Bapak pun akan mengikuti metode perubahan Karl Marx jika metode perubahan Karl Marx lebih banyak pengikutnya daripada metode yang Bapak gunakan?
Padahal, bukankah Bapak adalah seorang muslim yang anti sosialis karena sosialis anti Tuhan? Tapi, saya urung menanyakan pertanyaan itu karena waktunya sangat terbatas, saya juga tidak mau membuat keributan, saya lebih memilih kesempatan lain untuk menyampaikannya agar pertanyaan saya bisa diterima dengan kejernihan berpikir.
Sahabat saya pun pernah cerita, bahwa dia pernah berdiskusi dengan seorang kawan senior tentang metode perubahan. Tapi kawan seniornya malah menantang dan mengatakan, “Coba, lebih terkenal mana, ulama yang metode perubahannya kamu ikuti atau ulama yang metode perubahannya saya ikuti? Sepertinya, ulama yang metode perubahannya kamu ikuti itu tidak seterkenal ulama yang metode perubahannya saya ikuti.”
Kalau saja saya ada ketika itu, mungkin saya pun ingin bertanya, “Mas, jika memang ke-terkenalan itu merupakan standar kebenaran dan Mas mau konsisten dengan pendapat tersebut, maka saya mau nanya: lebih terkenal mana, ulama yang metode perubahannya Mas ikuti atau Madonna? Sepertinya, Madonna lebih terkenal daripada Ulama tadi. Jika memang demikian, apakah Mas mau mengikuti Madonna, nyanyi sembari telanjang di muka umum, hanya gara-gara Madonna lebih terkenal? Saya yakin, tidak. Bukan karena tidak akan ada yang mau nonton kalau mas nyanyi sembari telanjang, tapi karena mas faham bahwa telanjang di muka umum adalah terlarang di dalam Islam. Karena Mas sadar, bahwa telanjangnya Madonna di muka umum adalah buah dari sistem kapitalis. Menurut pemahaman saya, standar kebenaran adalah kesesuaian dengan tuntunan Allah yang dicontohkan oleh Rasulullah, Muhammad saw.”
Berbicara masalah metode perubahan, layaknya seperti hendak membuat sebuah makanan. Jika kita ingin membuat tahun isi Sumedang, maka kita harus berguru dan mengikuti cara-cara Mak Erot dalam membuat tahun isi Sumedang. Kenapa? Karena Mak Erot lah yang telah berhasil membuat tahun isi Sumedang.
Begitu pula ketika kita hendak melakukan perubahan masyarakat menuju kebangkitan. Maka kita harus mengikuti orang-orang yang telah berhasil melakukan perubahan yang hakiki menuju kebangkitan yang hakiki pula. Jika demikian, bagi kita kaum muslimin dan bagi manusia seluruh alam, maka tidak ada contoh lain yang lebih baik selain Rasullulah, Muhammad saw., dan para shahabat yang telah berhasil mengubah masyarakat jahiliyah yang penuh kerusakan di setiap sendi kehidupannya menjadi masyarakat yang khas yang menjadikan islam sebagai panduan di setiap sendi kehidupannya.
Ketika kita menelaah kembali catatan sejarah Rasulullah yang telah diyakini kebenarannya tanpa distorsi, maka kita akan menemukan ada beberapa tahapan yang dilalui Rasulullah dan para shahabat dalam upaya mewujudkan perubahan masyarakat:
Sebelum menerima wahyu, rasulullah telah melihat adanya kerusakan yang amat parah dalam tatanan kehidupan ummat manusia yang disaksikannya, kerusakan yang tidak boleh berlangsung lebih lama lagi sehingga harus diubah. Setelah menerima wahyu dari Allah, Rasulullah menyampaikan wahyu tersebut kepada orang-orang terdekatnya terlebih dahulu.
Di antara mereka ada yang menerima dakwah Rasulullah, ada juga yang menolak. Mereka yang menerima dakwah Rasulullah kemudian dibina dengan pemahaman islam menjadi manusia-manusia berkepribadian khas (baca: islam). Manusia-manusia berkepribadian khas ini adalah manusia-manusia yang telah lepas dari racun-racun aqidah selain islam, pemikirannya telah tersucikan dari ideologi-ideologi selain islam.
Manusia-manusia berkepribadian khas ini tidak lah diam melainkan terus bergerak menawarkan keyakinannya (baca: islam) hingga keluarganya dan orang-orang di sekitarnya pun mulai ada yang tertarik dan ingin mengikuti mereka. Lalu, mereka yang tertarik ini pun dibina menjadi manusia-manusia berkepribadian khas pula sehingga terbentuklah satu kelompok orang-orang yang berkepribadian khas.
Kelompok yang memiliki perasaan dan pemikiran yang sama, yaitu perasaan dan pemikiran yang sesuai dengan islam. Mereka rido dengan apa yang diridoi Allah dan mereka benci dengan apa yang dibenci oleh Allah. Mereka selalu mendasarkan pemikirannya pada islam dan menjadikan islam sebagai pemandu mereka dalam berfikir sehingga mereka tidak menjadi pemikir liar seperti kasus Mawar di atas.
Tidak berhenti sampai di situ, kelompok yang dibina oleh Rasulullah ini tidaklah menjadi kelompok yang eksklusif yang menutup diri dari orang lain. Pemahaman mereka tentang islam membuat mereka tidak mau tinggal diam menyaksikan kerusakan di setiap sendi kehidupan.
Mereka pun menyebar dan berinteraksi dengan masyarakat luas untuk menjelaskan segala bentuk kerusakan yang tengah mereka hadapi sekaligus juga menawarkan solusi agar kerusakan tersebut segera terangkat dan sirna dari kehidupan mereka. Sebagai langkah perubahan, mereka tidak menawarkan pengobatan gratis bagi mereka yang sakit fisik, melainkan mereka menawarkan pemahaman islam sebagai obat bagi wabah kemusyrikan (yaitu menyembah selain Allah dan berhukum kepada selain hukum Allah).
Mereka tidak menawarkan mie instan agar gerakan mereka diikuti, melainkan menawarkan pemahaman islam sehingga kemudian masyarakat faham dan bergerak bersama mereka menuju perubahan yang hakiki. Kelompok ini tidak hanya bergerak di masyarakat lapisan bawah, melainkan juga bergerak di semua lapisan masyarakat.
Mereka bergerak tidak dengan kekerasan melainkan dengan kejernihan dan kejelasan pemahaman islam, sehingga masyarakat dari berbagai lapisan itu pun menerima kemurnian islam dan merindukan agar kehidupan mereka dalam bermasyarakat dan bernegara dituntun oleh tuntunan hidup yang benar, yaitu islam.
Setelah islam menyatu dengan kehidupan mereka, menuntun setiap sendi kehidupan mereka, maka mereka pun menjadi ummat yang bangkit, berwibawa, bersih dari kotoran ide-ide sesat seperti yang dijajakan oleh Mawar dan kawan-kawannya, dan ummat ini pun menjadi rahmat bagi seluruh alam.
Dengan metode perubahan seperti ini, insya Allah kita bisa membentengi masyarakat sehingga tidak teracuni ide-ide kapitalis dan sosialis. Dengan mengikuti metode perubahan Rasulullah ini kita bergerak bersama masyarakat menuju kebangkitan yang hakiki. Nah, sekarang, siapa yang mau bareng-bareng saya belajar bikin tahun isi Sumedang ke Mak Erot? (al.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be responsible with your comment....