-Apabila kita melihat kepada segala sesuatu yang bersifat terbatas, akan kita simpulkan bahwa semuanya berawal dan berakhir-
Melihat fenomena di muka bumi kita akan mendapati bahwa, seseorang apabila menganut satu agama, maka itulah yang dianggap normal, entah agama apa yang ia anut. Sementara,sebagian orang, mekipun tidak begitu banyak terdata (setidaknya di Indonesia) tidak mengakui adanya agama, yang isinya ritual-seremoni.
Satu pertanyaan, yang biasanya cukup membingungkan bagi yang ditanya. “mengapa anda beragama?”, atau “mengapa anda beragama X?”. Pertanyaan-pertanyaan tadi kebanyakan dijawab dengan tidak tegas, atau jawaban yang paling banyak muncul ialah, “yaa, karena bapak ibu saya juga beragama X”, dan jawaban sejenis.
Jika kita pikir secara mendalam, untuk apa kita beragama (bagi yang beragama), dan kenapa pula ada yang tidak beragama? Dalam tulisan ini penulis hendak membeberkan garis-garis besar tahapan menuju jawaban pertanyaan yang barusan.
Naluri Manusia
Pertama saya akan mengajak Anda berpikir mulai dari level manusia. Kita adalah manusia. Kita sering mendengar istilah “fitrah manusia”. Sebenarnya apa yang dimaksud dengan “fitrah” itu? Saya sependapat dengan orang yang mengatakan bahwa fitrah ialah potensi yang telah ada pada diri setiap manusia sejak ia lahir.
Di antara fitrah manusia ialah naluri. Naluri manusia salah yang menyebabkan manusia bisa tetap hidup. Berkembang biak itu pun naluri. Makan-minum juga naluri. Berolahraga, mempelajari sesuatu yang baru, bersosialisasi, berkasih sayang, juga naluri.
Nah, lebih detail tentang naluri, salah satu naluri manusia ialah naluri untuk bertuhan, atau naluri untuk mengakui sesuatu yang lebih hebat di antara semuanya.
Ada seorang mahasiswa yang dengan bangganya mengakui bahwa dia adalah seorang ateis. Pada suatu hari, sehabis ujian, dia ditanya oleh salah seorang temannya, “gimana ujian tadi?”. Ia menjawab, “yah, semoga hasilnya bagus”. Tiba-tiba temannya langsung menimpali, “lha, tadi memohon ‘semoga’ sama siapa?”. Si ateis terdiam. Dari sini kita bisa lihat bahwa orang yang mengaku ateis-pun tetap mengakui bahwa ada kekuatan yang maha super yang bisa mengabulkan segala permintaan.
Bukti Ilmiah
Salah satu hal yang menjadi pembenar atas argumen bahwa tuhan itu ada,ialah didasarkan dari adanya hukum-hukum alam. Kita lihat contoh air. Air jika dipanaskan akan mendidih. Pada suhu berapa? Pada tekanan 1 atm akan mendidih pada 373 kelvin.
Kita juga tahu ada yang disebut diagram fasa air, yang menunjukkan fasa air pada suhu dan tekanan tertentu. Sehingga, apabila kita menginginkan fasa air dalam bentuk cair pada suhu 380 kelvin, maka kita tinggal menyesuaikan tekanannya.
Sebenarnya siapa yang membuat diagram fasa tersebut? Yang membuatnya manusia. Dan siapa yang membuat diagram fasa tersebut tetap, tak berubah-ubah? Tentu manusia tidak bisa. Manusia hanya bisa memanfaatkan sifat tersebut.
Sains ada karena manusia. Karena manusia yang mencatat kejadian-kejadian di alam ini, dan manusia merumuskannya sehingga mudah untuk dipahami.
Sekitar bulan September 2010, Stephen Hawking, ilmuwan fisika asal Inggris, merilis buku barunya yang berjudul The Grand Design. Ia mengatakan bahwa,
Alam semesta tercipta tanpa campur tangan Tuhan. Ia menulis Teori M yang dapat menjelaskan penciptaan alam semesta karena adanya hukum gravitasi.
Karena adanya hukum gravitasi, alam semesta bisa dan akan tercipta dengan sendirinya. Penciptaan yang spontan itu adalah alasan mengapa sesuatu itu ada, mengapa alam semesta itu ada, mengapa kita ada.”
Saya hanya mengetahui kabar ini dari teman dan dari berita-berita yang beredar di internet. Sejauh ini yang saya pahami dari pernyataan Hawking ialah, ia menyimpulkan bahwa alam semesta ada karena adanya hukum gravitasi. Padahal gravitasi itu hanyalah hukum alam. Dan ia pun tidak dapat memutuskan siapa/sebenarnya yang merancang hukum alam tesebut.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa eksistensi Tuhan tidak terbantahkan dari sudut pandang ilmiah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
be responsible with your comment....